Bab
1
Pendahuluan
Di
Indonesia pestisida banyak digunakan baik dalam bidang pertanian maupun
kesehatan. Di bidang pertanian pemakaian pestisida dimaksudkan untuk
meningkatkan produksi pangan. Banyaknya frekuensi serta intensitas hama dan
penyakit mendorong petani semakin tidak bisa menghindari pestisida. Di bidang
kesehatan, penggunaan pestisida merupakan salah satu cara dalam pengendalian
vektor penyakit. Pengguaan pestisida dalam pengendalian vektor penyakit sangat
efektif diterapkan terutama jika populasi vektor penyakit sangat tinggi atau
untuk menangani kasus yang sangat menghawatirkan penyebarannya (Munawir, 2005).
Pestisida
adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak, memikat atau membasmi
organisme pengganggu.
Nama ini berasal dari pest (”hama”) yang diberi akhiran –cide (”pembasmi”).
Adapun sasarannya bermacam-macam, seperti serangga, tikus, gulma, burung,
mamalia, ikan, atau mikrobia yang dianggap mengganggu.
Dalam bahasa sehari-hari pestisida disebut sebagai “racun” akan tetapi tidak
selamanya beracun. Dari sasaran penggunaannya, pestisida dapat berupa :
insektisida (serangga), fungisida (fungi/jamur), rodentisida (hewan
pengerat/rodentina), herbisida (gulma), akarisida (tungau), dan bakterisida
(bakteri).
Insektisida adalah bahan-bahan
kimia bersifat racun yang dipakai untuk membunuh serangga. Insektisida dapat
memengaruhi pertumbuhan, perkembangan, tingkah laku, perkembangbiakan, kesehatan,
sistem hormon,
sistem pencernaan, serta aktivitas
biologis lainnya hingga berujung pada kematian serangga pengganggu tanaman.
Insektisida termasuk salah satu jenis pestisida.
Dewasa
ini sudah banyak Insektisida yang berasal dari campuran bahan kimia dan ekstrak tumbuh-tumbuhan diyakini berpotensi
mencegah pertumbuhan jamur ataupun menolak kehadiran serangga perusak. Limbah
tangkai daun tembakau yang melimpah di Palembang, Sumatera Selatan sebagai
produk samping produksi rokok menimbulkan beberapa permasalahan. Salah satu masalah yang ditimbulkan oleh
limbah tersebut adalah bau yang menyengat dan dapat menjadi sumber penyakit. Oleh karena itu,
upaya pemanfaatan limbah tangkai daun
tembakau tersebut dilakukan dengan mengekstraksi nikotin. Kandungan nikotin
yang terdapat pada batang tembakau dapat diekstraksi dan dimanfaatkan sebagai
sumber insektisida. Nikotin dapat menjadi racun syaraf.
Hasil
ekstraksi menunjukkan dalam 20 gram serbuk tangkai daun tembakau menghasilkan
sebanyak 0,7840 gram serbuk nikotin. Hasil pengujian formulasi dosis yang
efektif pada pengendalian hama tanaman
kehutanan menghasilkan dosis terbaik yaitu sebesar 5% berdasarkan bobot.
Dari
sekian banyaknya manfaat insektisida ini, jika digunakan secara berlebihan
dapat menimbulkan dampak-dampak negatif baik bagi lingkungan maupun bagi
manusia. Pada makalah ini penulis akan memaparkan fakta-fakta pendukung bahwa
penggunaan insektisida yang berlebihan akan menimbulkan dampak-dampak negatif.
Bab
2
Isi
Sejarah
Penggunaan
pestisida kimia pertama kali diketahui sekitar 4.500 tahun yang lalu (2.500 SM)
yaitu pemanfaatan asap sulfur untuk mengendalikan tungau di Sumeria. Sedangkan
penggunaan bahan kimia beracun seperti arsenic, mercury dan serbuk timah
diketahui mulai digunakan untuk memberantas serangga pada abad ke- 15. Kemudian
pada abad ke-17 nikotin sulfate yang diekstrak dari tembakau mulai digunakan
sebagai insektisida. Pada abad ke-19 diintroduksi dua jenis pestisida alami
yaitu, pyretrum yang diekstrak dari chrysanthemum dan rotenon yang diekstrak
dari akar tuba Derris eliptica (Sastroutomo, 1992).
Pada tahun
1874 Othmar Zeidler adalah orang yang pertama kali mensintesis DDT (Dichloro
Diphenyl Trichloroethane), tetapi fungsinya sebagai insektisida baru ditemukan
oleh ahli kimia Swiss, Paul Hermann Muller pada tahun 1939 yang dengan
penemuannya ini dia dianugrahi hadiah nobel dalam bidang Physiology atau
Medicine pada tahun 1948 (NobelPrize.org). Pada tahun 1940an mulai dilakukan
produksi pestisida sintetik dalam jumlah besar dan diaplikasikan secara luas
(Weir, 1998). Beberapa literatur menyebutkan bahwa tahun 1940an dan 1950an
sebagai aloera pestisida (Murphy, 2005).
Penggunaan
pestisida terus meningkat lebih dari 50 kali lipat semenjak tahun 1950, dan
sekarang sekitar 2,5 juta ton pestisida ini digunakan setiap tahunnya. Dari
seluruh pestisida yang diproduksi di seluruh dunia saat ini, 75% digunakan di
negara-negara berkembang (Sudarmo, 1987). Di Indonesia, pestisida yang paling
banyak digunakan sejak tahun 1950an sampai akhir tahun 1960-an adalah pestisida
dari golongan hidrokarbon berklor Universitas Sumatera Utara seperti DDT,
endrin, aldrin, dieldrin, heptaklor dan gamma BHC.
Dampak
Negatif
Pestisida
merupakan racun yang mempunyai nilai ekonomis terutama bagi petani. Pestisida
memiliki kemampuan membasmi organisme selektif (target organisme), tetatpi pada
praktiknya pemakian pestisida dapat menimbulkan bahaya pada organisme non
target. Dampak negatif terhadap organisme non target meliputi dampak terhadap lingkungan
berupa pencemaran dan menimbulkan keracunan bahkan dapat menimbulkan kematian
bagi manusia (Tarumingkeng, 2008).
Pernyataan
serupa diungkapkan oleh Quijano at all (2001), penggunaan pestisida memang
memberikan keuntungan secara ekonomis, namun juga
memberikan kerugian
diantaranya residu yang tertinggal tidak hanya pada tanaman, tapi juga air,
tanah dan udara, Penggunaan terus-menerus akan mengakibatkan efek resistensi
berbagai jenis hama. Hal tersebut di
atas dapat terjadi terutama jika pestisida digunakan secara tidak tepat baik
pada cara, dosis maupun organisme sasarannya. Oleh karena itu diperlukan
pengetahuan yang lebih mendalam tentang pestisida.
Penggunaan
pestisida telah menimbulkan dampak yang negatif, baik itu bagi kesehatan
manusia maupun bagi kelestarian lingkungan. Oleh karena itu, penggunaannya
harus dilakukan sesuai dengan aturan. Beberapa dampak negatif yang dapat timbul
akibat penggunaan pestisida, di antaranya: a. Terjadinya pengumpulan pestisida
(akumulasi) dalam tubuh manusia karena beberapa jenis pestisida sukar terurai.
Pestisida yang terserap tanaman akan terdistribusi ke dalam akar, batang, daun,
dan buah. Jika tanaman ini dimakan hewan atau manusia maka pestisidanya akan
terakumulasi dalam tubuh sehingga dapat
memunculkan berbagai resiko bagi kesehatan hewan maupun manusia. b. Munculnya
hama spesies baru yang lebih tahan terhadap takaran pestisida. Oleh karena itu,
diperlukan dosis pemakaian pestisida yang lebih tinggi atau pestisida lain yang
lebih kuat daya basminya. Jika sudah demikian maka risiko pencemaran akibat
pemakaian pestisida akan semakin besar baik terhadap hewan maupun lingkungan,
termasuk juga manusia sebagai pelakunya. Ternyata, penggunaan pestisida selain
memberikan keuntungan juga dapat memberikan kerugian. Oleh karena itu,
penyimpanan dan penggunaan pestisida apapun jenisnya harus dilakukan secara
hati-hati dan sesuai petunjuk.
Efek
Nikotin
Tembakau adalah salah satu tanaman yang
digunakan sebagai Pestisida
Organik karena senyawa yang dikandung adalah nikotin. Ternyata nikotin ini
tidak hanya racun untuk manusia, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk racun
serangga Daun tembakau kering mengandung 2 – 8 % nikotin. Nikotin merupakan
racun syaraf yang bereaksi cepat. Nikotin berperan sebagai racun kontak bagi
serangga seperti: ulat perusak daun, aphids, triphs, dan pengendali jamur (fungisida).
Pestisida
yang berasal dari ekstrak tumbuh-tumbuhan merupakan pestisida alami. Namun
penulis meyakini bahwa tidak semua tumbuhan dapat dijadikan bahan eksrak untuk
membuat pestisida. Nikotin adalah salah satu tumbuhan yang sangat berbahaya.
Nikotin
adalah senyawa bioaktif kimia utama dari tanaman tembakau (Nicotiana tabacum,
N. glauca dan N. rustica) serta beberapa tumbuhan dari familia Lycopodiaceae,
Crassulaceae, Leguminosae, Chenopodiaceae dan Compositae. Nikotin sejak lama
digunakan sebagai insektisida. Rata-rata kandungan nikotin pada N. tabacum dan
N. rustica adalah 2% hingga 6% berat kering. Dahulu nikotin diproduksi dalam
bentuk ekstrak dari daun tembakau, tetapi kini dibuat dan dijual dalam bentuk
nikotin teknis atau nikotin sulfat.
Nikotin
adalah racun non-sistemik, terutama aktif dalam fase uapnya, tetapi juga
memiliki efek sebagai racun kontak dan racun perut. Bekerja pada syaraf
serangga dengan memblok reseptor (penerima) kholinergik asetilkholin. Merupakan
insektisida yang sangat toksik, berspektrum sangat luas, digunakan untuk
mengendalikan berbagai jenis serangga hama, termasuk aphids, thrips dan kutu
kebul; pada berbagai tanaman.
LD50 oral
pada tikus antara 50-60 mg/kg, LD50 dermal (kelinci) 50 mg/kg. Mudah diabsorbsi
oleh kulit, beracun bagi manusia bila berkontak dengan kulit. Merupakan racun
inhalasi yang sangat toksik. Klasifikasi toksisitas WHO (bahan aktif) kelas Ib,
dan EPA (formulasi) kelas I.
Apabila
penggunaan pestisida jenis ini tanpa diimbangi dengan perlindungan dan
perawatan kesehatan, orang yang sering berhubungan dengan pestisida, secara
lambat laun akan mempengaruhi kesehatannya. Pestisida meracuni manusia tidak
hanya pada saat pestisida itu digunakan, tetapi juga saat mempersiapkan, atau
sesudah melakukan penyemprotan.
Kecelakaan
akibat pestisida pada manusia sering terjadi, terutama dialami oleh orang yang
langsung melaksanakan penyemprotan. Mereka dapat mengalami pusing-pusing ketika
sedang menyemprot maupun sesudahnya, atau muntah-muntah, mulas, mata berair, kulit
terasa gatal-gatal dan menj
adi luka, kejang-kejang, pingsan, dan tidak sedikit kasus berakhir
dengan kematian. Kejadian tersebut umumnya disebabkan kurangnya perhatian atas
keselamatan kerja dan kurangnya kesadaran bahwa pestisida adalah racun.
Kadang-kadang
para petani atau pekerja perkebunan, kurang
menyadari daya racun pestisida yang merupakan ekstrak dari nikotin, sehingga
dalam melakukan penyimpanan dan penggunaannya tidak memperhatikan segi-segi
keselamatan. Pestisida sering ditempatkan sembarangan, dan saat menyemprot
sering tidak menggunakan pelindung, misalnya tanpa kaos tangan dari plastik, tanpa
baju lengan panjang, tidak mengenakan masker penutup mulut dan hidung. Juga
cara penyemprotannya sering tidak memperhatikan arah angin, sehingga cairan
semprot mengenai tubuhnya. Bahkan kadang-kadang wadah tempat pestisida
digunakan sebagai tempat minum, atau dibuang di sembarang tempat. Kecerobohan
yang lain, penggunaan dosis aplikasi sering tidak sesuai anjuran. Dosis dan
konsentrasi yang dipakai kadang-kadang ditingkatkan hingga melampaui batas yang
disarankan,dengan alasan dosis yang rendah tidak mampu lagi mengendalikan hama
dan penyakit tanaman.
Secara tidak
sengaja, pestisida dapat meracuni manusia atau hewan ternak melalui mulut,
kulit, dan pernafasan. Sering tanpa disadari bahan kimia beracun tersebut masuk
ke dalam tubuh seseorang tanpa menimbulkan rasa sakit yang mendadak dan
mengakibatkan keracunan kronis. Seseorang yang menderita keracunan kronis, ketahuan
setelah selang waktu yang lama, setelah berbulan atau bertahun. Keracunan
kronis akibat pestisida saat ini paling ditakuti, karena efek racun dapat
bersifat karsiogenic (pembentukan jaringan kanker pada tubuh), mutagenic
(kerusakan genetik untuk generasi yang akan datang), dan teratogenic (kelahiran
anak cacad dari ibu yang keracunan).
Berdasarkan
sifatnya maka Komisi Pestisida telah mengidentifikasi berbagai kemungkinan yang
timbul akibat penggunaan pestisida. Dampak yang mungkin timbul adalah :
Pengaruh
Terhadap Lingkungan
Pestisida
dapat berpengaruh terhadap lingkungan, pengaruh itu dapat berupa
1. Keracunan
terhadap ternak dan hewan piaraan.
Keracunan
pada ternak maupun hewan piaraan dapat secara langsung maupun tidak langsung.
Secara tidak langsung pestisida yang digunakan untuk melawan serangga atau hama
termakan atau terminum oleh ternak, seperti rumput yang telah terkontaminasi
pestisida dimakan oleh ternak atau air yang sudah tercemar pestisida diminum
oleh ternak.
1. Keracunan
terhadap biota air (ikan).
Pencucian
pestisida oleh air hujan akan menyebabkan terbawanya pestisida ke aliran tanah
bagian bawah atau permukaan air sungai. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
keracunan terhadap biota air.
2. Keracunan
terhadap satwa liar.
Penggunaan
pestisida yang tidak bijaksana dapat menimbulkan keracunan yang berakibat
kematian pada satwa liar seperti burung, lebah, serangga penyubur dan satwa
liar lainnya. Keracunan tersebut dapat terjadi secara langsung karena kontak
dengan pestisida maupun tidak
langsung karena melalui rantai makanan (Bio Konsentrasi).
3. Keracunan
terhadap tanaman.
Beberapa
insektisida dan fungisida yang langsung digunakan pada tanaman dapat
mengakibatkan kerusakan pada tanaman yang diperlakukan. Hal ini disebabkan bahan
formulasi tertentu, dosis yang berlebihan atau mungkin pada saat penyemprotan
suhu atau cuaca terlalu panas terutama di siang hari.
4. Kematian
musuh alami
organisme pengganggu.
Penggunaan
pestisida terutama yang berspektrum luas dapat menyebabkan kematian parasit
atau predator (pemangsa) jasad pengganggu. Kematian musuh alami tersebut dapat
terjadi karena kontak langsung dengan pestisida atau secara tidak langsung
karena memakan hama
yang mengandung pestisida.
5. Kenaikan
populasi organisme pengganggu.
Sebagai
akibat kematian musuh alami maka organisme pengganggu dapat lebih leluasa untuk
berkembang.
Pengaruh
Pestisida Terhadap Kesehatan Manusia
Pestisida
masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara sedikit demi sedikit dan mengakibatkan
keracunan kronis. Bisa pula berakibat racun akut bila jumlah pestisida yang
masuk ke tubuh manusia dalam jumlah yang cukup (Wudianto R, 2011).
1.
Keracunan
Kronis
Pemaparan
kadar rendah dalam jangka panjang atau pemaparan dalam waktu yang singkat
dengan akibat kronis. Keracunan kronis dapat ditemukan dalam bentuk kelainan
syaraf dan perilaku (bersifat neuro toksik) atau mutagenitas. Selain itu ada
beberapa dampak kronis keracunan pestisida, antara lain:
a. Pada
syaraf
Gangguan
otak dan syaraf yang paling sering terjadi akibat terpapar pestisida selama
bertahun-tahun adalah masalah pada ingatan, sulit berkonsentrasi, perubahan
kepribadian, kelumpuhan, bahkan kehilangan kesadaran dan koma.
b. Pada
Hati (Liver)
Hati
adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menetralkan bahan-bahan kimia beracun,
maka hati itu sendiri sering kali dirusak oleh pestisida apabila terpapar
selama bertahun-tahun. Hal ini dapat menyebabkan Hepatitis
c. .
Pada Perut
Muntah-muntah,
sakit perut dan diare adalah gejala umum dari keracunan pestisida. Banyak
orang-orang yang dalam pekerjaannya berhubungan langsung dengan pestisida
selama bertahun-tahun, mengalami masalah sulit makan. Orang yang menelan pestisida
( baik sengaja atau tidak) efeknya sangat buruk pada perut dan tubuh secara
umum. Pestisida merusak langsung melalui dinding-dinding perut.
d.
Pada Sistem Kekebalan
Beberapa
jenis pestisida telah diketahui dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh manusia
dengan cara yang lebih berbahaya. Beberapa jenis pestisida dapat
melemahkan
kemampuan tubuh untuk menahan dan melawan infeksi. Ini berarti tubuh menjadi
lebih mudah terkena infeksi, atau jika telah terjadi infeksi penyakit ini menjadi lebih
serius dan makin sulit untuk disembuhkan.
e.
Pada Sistem Hormon.
Hormon
adalah bahan kimia yang diproduksi oleh organ-organ seperti otak, tiroid,
paratiroid, ginjal, adrenalin, testis dan ovarium untuk mengontrol
fungsi-fungsi tubuh yang penting. Beberapa pestisida mempengaruhi hormon
reproduksi yang dapat menyebabkan penurunan produksi sperma pada pria atau
pertumbuhan telur yang tidak normal pada wanita. Beberapa pestisida dapat
menyebabkan pelebaran tiroid yang akhirnya dapat berlanjut menjadi kanker
tiroid.
2.
Keracunan
Akut.
Keracunan
akut terjadi apabila efek keracunan pestisida langsung pada saat dilakukan
aplikasi atau seketika setelah aplikasi pestisida.
1.Efek
akut lokal.
Bila
efeknya hanya mempengaruhi bagian tubuh yang terkena kontak langsung dengan pestisida
biasanya bersifat iritasi mata, hidung, tenggorokan dan kulit.
2..Efek
akut sistemik.
Terjadi
apabila pestisida masuk kedalam tubuh manusia dan mengganggu sistem tubuh.
Darah akan membawa pestisida keseluruh bagian tubuh menyebabkan bergeraknya
syaraf-syaraf otot secara tidak sadar dengan gerakan halus maupun kasar dan
pengeluaran air mata serta pengeluaran air ludah secara berlebihan, pernafasan
menjadi lemah/cepat (tidak normal).
Cara pestisida masuk kedalam tubuh
:
1. Kulit, apabila pestisida kontak dengan
kulit.
2. Pernafasan, bila terhisap
3. Mulut, bila
terminum/tertelan.
Karena terdapat berbagai jenis pestisida
dan ada berbagai cara masuk pestisida kedalam tubuh maka keracunan pestisida
dapat terjadi dengan berbagai cara. Keadaan-keadaan yang perlu segera
mendapatkan perhatian pada kemungkinan keracunan pestisida adalah (Djojosumarto,
2008) Pestisida dalam bentuk gas merupakan pestisida yang paling berbahaya bagi
pernafasan, sedangkan yang berbentuk cairan sangat berbahaya bagi kulit, karena
dapat masuk ke dalam jaringan tubuh melalui ruang pori kulit. Menurut World
Health Organization (WHO), paling tidak 20.000 orang per tahun, mati akibat
keracunan pestisida.
Diperkirakan
5.000 – 10.000 orang per tahun mengalami dampak yang sangat fatal, seperti
mengalami penyakit kanker, cacat tubuh, kemandulan dan penyakit liver. Tragedi
Bhopal di India pada bulan Desember 1984 merupakan peringatan keras untuk
produksi pestisida sintesis. Saat itu, bahan kimia metil isosianat telah
bocor dari pabrik Union Carbide yang memproduksi pestisida sintesis (Sevin).
Tragedi itu menewaskan lebih dari 2.000 orang dan mengakibatkan lebih dari
50.000 orang dirawat akibat keracunan. Kejadian ini merupakan musibah terburuk
dalam sejarah produksi pestisida sintesis.
Selain keracunan langsung, dampak
negatif pestisida bisa mempengaruhi kesehatan orang awam yang bukan petani,
atau orang yang sama sekali tidak berhubungan dengan pestisida. Kemungkinan ini
bisa terjadi akibat sisa racun (residu) pestisida yang ada didalam tanaman atau
bagian tanaman yang dikonsumsi manusia sebagai bahan makanan. Konsumen yang
mengkonsumsi produk tersebut, tanpa sadar telah kemasukan racun pestisida
melalui hidangan makanan yang dikonsumsi setiap hari. Apabila jenis pestisida
mempunyai residu terlalu tinggi pada tanaman, maka akan membahayakan manusia
atau ternak yang mengkonsumsi tanaman tersebut. Makin tinggi residu, makin
berbahaya bagi konsumen.
Dewasa ini,
residu pestisida di dalam makanan dan lingkungan semakin menakutkan manusia.
Masalah residu ini, terutama terdapat pada tanaman sayur-sayuran seperti kubis,
tomat, petsai, bawang, cabai, anggur dan lain-lainnya. Sebab jenis-jenis
tersebut umumnya disemprot secara rutin dengan frekuensi penyemprotan yang
tinggi, bisa sepuluh sampai lima belas kali dalam semusim. Hal ini disebabkan karena insektisida alami cepat
terurai sehingga melakukan penyemprotan secara berulang-ulang. Bahkan beberapa
hari menjelang panenpun, masih dilakukan aplikasi pestisida. Publikasi ilmiah
pernah melaporkan dalam jaringan tubuh bayi yang dilahirkan seorang Ibu yang
secara rutin mengkonsumsi sayuran yang disemprot pestisida, terdapat kelainan
genetik yang berpotensi menyebabkan bayi tersebut cacat tubuh sekaligus cacat
mental.
Usaha Pemerintah
Pada tahun
1996, pemerintah Indonesia melalui Surat Keputusan Bersama Menteri Kesehatan
dan Menteri Pertanian sebenarnya telah membuat keputusan tentang penetapan
ambang batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian. Namun pada
kenyatannya, belum banyak pengusaha pertanian atau petani yang perduli. Dan
baru menyadari setelah ekspor produk pertanian kita ditolak oleh negara
importir, akibat residu pestisida yang tinggi. Diramalkan, jika masih
mengandalkan pestisida sintesis sebagai alat pengendali hama, pemberlakuan ekolabelling
dan ISO, 1400 dalam era perdagangan bebas, membuat produk pertanian indonesia tidak
mampu bersaing dan tersisa serta terpuruk.
.
Bab
3
PENUTUP
Kesimpulan
Pestisida memiliki banyak manfaat, salah satunya
adalah mengendalikan hama pengganggu
tanaman, tapi jika digunakan secara berlebihan dapat
menimbulkan dampak-dampak negatif baik bagi lingkungan maupun bagi kesehatan
manusia bahkan berakibat fatal.
Saran
Penulis memberikan saran pada peneliti lain dan
pembaca agar menggunakan pestisida sesuai aturan. Mencakup dosis pemakaian,
cara penyimpanan, penyemprotan, dan cara mencuci dengan benar tanaman atau
buah-buahan yang sudah terkontaminasi pestisida. Sebaiknya pemanfaatan nikotin
sebagai pestisida alami kadarnya dikurangi mengingat banyak dampak negatif
terhadap petani, serangga yang membantu penyerbukan, musuh
alami organisme pengganggu maupun konsumen yang mengkonsumsi produk tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Nikada, 2012. RACUN PADA PESTISIDA. Departemen
Pertanian Kabupaten Bireuen. Diakses tanggal 30 Juni 2012, dari http://fkthl-tbpp-bireuen.blogspot.com/2012/04/kita-kok-selalu-makan-racun.html.
Adnan Agnesa, 2011. PENGERTIAN DAN PENGGOLONGAN
PESTISIDA. Universitas Jendral Soedirman – Fakultas Kedokteran Purwokerto.
Diakses tanggal 30 Juni 2012, dari http://kesmas-unsoed.blogspot.com/2011/05/makalah-pengertian-dan-penggolongan.html.
Panut Djojosumarto, 2011. ISEKTISIDA DAN AKARISIDA
ALAMI. Gerbang Pertanian Indonesia. Diakses tanggal 30 Juni 2012, dari http://www.gerbangpertanian.com/2011/10/insektisida-dan-akarisida-alami-i-panut.html.
Fauzan Amin, dkk, 2008. EKSTRAKSI NIKOTIN DARI LIMBAH
TANGKAI DAUN TEMBAKAU DAN PEMANFAATAN SEBAGAI INSEKTISIDA TANAMAN KEHUTANAN.
Institut Pertanian Bogor. Diakses tanggal 1 Juni 2012, dari http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/36465.
Hadi Sucipto, 2010. PESTISIDA ORGANIK. Diunduh tanggl
30 Juni 2012, dari http://www.gerbangpertanian.com/2011/10/pestisidaorganik.html.
banyaknya artikel yang ada disini memiliki kualitas content yang bermanfat bagi saya, tak heran bila blog pertanian ini ramai pengunjung? salam sukses
AntwoordVee uit