Dinsdag 19 Maart 2013

dampak penggunaan pestisida bagi manusia



Bab 1
Pendahuluan
Di Indonesia pestisida banyak digunakan baik dalam bidang pertanian maupun kesehatan. Di bidang pertanian pemakaian pestisida dimaksudkan untuk meningkatkan produksi pangan. Banyaknya frekuensi serta intensitas hama dan penyakit mendorong petani semakin tidak bisa menghindari pestisida. Di bidang kesehatan, penggunaan pestisida merupakan salah satu cara dalam pengendalian vektor penyakit. Pengguaan pestisida dalam pengendalian vektor penyakit sangat efektif diterapkan terutama jika populasi vektor penyakit sangat tinggi atau untuk menangani kasus yang sangat menghawatirkan penyebarannya (Munawir, 2005).
Pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak, memikat atau membasmi organisme pengganggu. Nama ini berasal dari pest (”hama”) yang diberi akhiran –cide (”pembasmi”). Adapun sasarannya bermacam-macam, seperti serangga, tikus, gulma, burung, mamalia, ikan, atau mikrobia yang dianggap mengganggu. Dalam bahasa sehari-hari pestisida disebut sebagai “racun” akan tetapi tidak selamanya beracun. Dari sasaran penggunaannya, pestisida dapat berupa : insektisida (serangga), fungisida (fungi/jamur), rodentisida (hewan pengerat/rodentina), herbisida (gulma), akarisida (tungau), dan bakterisida (bakteri).  
Insektisida adalah bahan-bahan kimia bersifat racun yang dipakai untuk membunuh serangga. Insektisida dapat memengaruhi pertumbuhan, perkembangan, tingkah laku, perkembangbiakan, kesehatan, sistem hormon, sistem pencernaan, serta aktivitas biologis lainnya hingga berujung pada kematian serangga pengganggu tanaman. Insektisida termasuk salah satu jenis pestisida.
Dewasa ini sudah banyak Insektisida yang  berasal dari campuran bahan kimia dan  ekstrak tumbuh-tumbuhan diyakini berpotensi mencegah pertumbuhan jamur ataupun menolak kehadiran serangga perusak. Limbah tangkai daun tembakau yang melimpah di Palembang, Sumatera Selatan sebagai produk samping produksi rokok menimbulkan beberapa permasalahan.   Salah satu masalah yang ditimbulkan oleh limbah tersebut adalah bau yang menyengat dan dapat  menjadi sumber penyakit. Oleh karena itu, upaya  pemanfaatan limbah tangkai daun tembakau tersebut dilakukan dengan mengekstraksi nikotin. Kandungan nikotin yang terdapat pada batang tembakau dapat diekstraksi dan dimanfaatkan sebagai sumber insektisida. Nikotin dapat menjadi racun syaraf.
Hasil ekstraksi menunjukkan dalam 20 gram serbuk tangkai daun tembakau menghasilkan sebanyak 0,7840 gram serbuk nikotin. Hasil pengujian formulasi dosis yang efektif  pada pengendalian hama tanaman kehutanan menghasilkan dosis terbaik yaitu sebesar 5% berdasarkan bobot.
Dari sekian banyaknya manfaat insektisida ini, jika digunakan secara berlebihan dapat menimbulkan dampak-dampak negatif baik bagi lingkungan maupun bagi manusia. Pada makalah ini penulis akan memaparkan fakta-fakta pendukung bahwa penggunaan insektisida yang berlebihan akan menimbulkan dampak-dampak negatif.























Bab 2
Isi
Sejarah
Penggunaan pestisida kimia pertama kali diketahui sekitar 4.500 tahun yang lalu (2.500 SM) yaitu pemanfaatan asap sulfur untuk mengendalikan tungau di Sumeria. Sedangkan penggunaan bahan kimia beracun seperti arsenic, mercury dan serbuk timah diketahui mulai digunakan untuk memberantas serangga pada abad ke- 15. Kemudian pada abad ke-17 nikotin sulfate yang diekstrak dari tembakau mulai digunakan sebagai insektisida. Pada abad ke-19 diintroduksi dua jenis pestisida alami yaitu, pyretrum yang diekstrak dari chrysanthemum dan rotenon yang diekstrak dari akar tuba Derris eliptica (Sastroutomo, 1992).
Pada tahun 1874 Othmar Zeidler adalah orang yang pertama kali mensintesis DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane), tetapi fungsinya sebagai insektisida baru ditemukan oleh ahli kimia Swiss, Paul Hermann Muller pada tahun 1939 yang dengan penemuannya ini dia dianugrahi hadiah nobel dalam bidang Physiology atau Medicine pada tahun 1948 (NobelPrize.org). Pada tahun 1940an mulai dilakukan produksi pestisida sintetik dalam jumlah besar dan diaplikasikan secara luas (Weir, 1998). Beberapa literatur menyebutkan bahwa tahun 1940an dan 1950an sebagai aloera pestisida (Murphy, 2005).
Penggunaan pestisida terus meningkat lebih dari 50 kali lipat semenjak tahun 1950, dan sekarang sekitar 2,5 juta ton pestisida ini digunakan setiap tahunnya. Dari seluruh pestisida yang diproduksi di seluruh dunia saat ini, 75% digunakan di negara-negara berkembang (Sudarmo, 1987). Di Indonesia, pestisida yang paling banyak digunakan sejak tahun 1950an sampai akhir tahun 1960-an adalah pestisida dari golongan hidrokarbon berklor Universitas Sumatera Utara seperti DDT, endrin, aldrin, dieldrin, heptaklor dan gamma BHC.
Dampak Negatif
Pestisida merupakan racun yang mempunyai nilai ekonomis terutama bagi petani. Pestisida memiliki kemampuan membasmi organisme selektif (target organisme), tetatpi pada praktiknya pemakian pestisida dapat menimbulkan bahaya pada organisme non target. Dampak negatif terhadap organisme non target meliputi dampak terhadap lingkungan berupa pencemaran dan menimbulkan keracunan bahkan dapat menimbulkan kematian bagi manusia (Tarumingkeng, 2008).
Pernyataan serupa diungkapkan oleh Quijano at all (2001), penggunaan pestisida memang memberikan keuntungan secara ekonomis, namun juga
memberikan kerugian diantaranya residu yang tertinggal tidak hanya pada tanaman, tapi juga air, tanah dan udara, Penggunaan terus-menerus akan mengakibatkan efek resistensi berbagai jenis hama.  Hal tersebut di atas dapat terjadi terutama jika pestisida digunakan secara tidak tepat baik pada cara, dosis maupun organisme sasarannya. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan yang lebih mendalam tentang pestisida.
Penggunaan pestisida telah menimbulkan dampak yang negatif, baik itu bagi kesehatan manusia maupun bagi kelestarian lingkungan. Oleh karena itu, penggunaannya harus dilakukan sesuai dengan aturan. Beberapa dampak negatif yang dapat timbul akibat penggunaan pestisida, di antaranya: a. Terjadinya pengumpulan pestisida (akumulasi) dalam tubuh manusia karena beberapa jenis pestisida sukar terurai. Pestisida yang terserap tanaman akan terdistribusi ke dalam akar, batang, daun, dan buah. Jika tanaman ini dimakan hewan atau manusia maka pestisidanya akan terakumulasi dalam  tubuh sehingga dapat memunculkan berbagai resiko bagi kesehatan hewan maupun manusia. b. Munculnya hama spesies baru yang lebih tahan terhadap takaran pestisida. Oleh karena itu, diperlukan dosis pemakaian pestisida yang lebih tinggi atau pestisida lain yang lebih kuat daya basminya. Jika sudah demikian maka risiko pencemaran akibat pemakaian pestisida akan semakin besar baik terhadap hewan maupun lingkungan, termasuk juga manusia sebagai pelakunya. Ternyata, penggunaan pestisida selain memberikan keuntungan juga dapat memberikan kerugian. Oleh karena itu, penyimpanan dan penggunaan pestisida apapun jenisnya harus dilakukan secara hati-hati dan sesuai petunjuk.
Efek Nikotin
Tembakau adalah salah satu tanaman yang digunakan sebagai Pestisida Organik karena senyawa yang dikandung adalah nikotin. Ternyata nikotin ini tidak hanya racun untuk manusia, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk racun serangga Daun tembakau kering mengandung 2 – 8 % nikotin. Nikotin merupakan racun syaraf yang bereaksi cepat. Nikotin berperan sebagai racun kontak bagi serangga seperti: ulat perusak daun, aphids, triphs, dan pengendali jamur (fungisida).
Pestisida yang berasal dari ekstrak tumbuh-tumbuhan merupakan pestisida alami. Namun penulis meyakini bahwa tidak semua tumbuhan dapat dijadikan bahan eksrak untuk membuat pestisida. Nikotin adalah salah satu tumbuhan yang sangat berbahaya.
Nikotin adalah senyawa bioaktif kimia utama dari tanaman tembakau (Nicotiana tabacum, N. glauca dan N. rustica) serta beberapa tumbuhan dari familia Lycopodiaceae, Crassulaceae, Leguminosae, Chenopodiaceae dan Compositae. Nikotin sejak lama digunakan sebagai insektisida. Rata-rata kandungan nikotin pada N. tabacum dan N. rustica adalah 2% hingga 6% berat kering. Dahulu nikotin diproduksi dalam bentuk ekstrak dari daun tembakau, tetapi kini dibuat dan dijual dalam bentuk nikotin teknis atau nikotin sulfat.
Nikotin adalah racun non-sistemik, terutama aktif dalam fase uapnya, tetapi juga memiliki efek sebagai racun kontak dan racun perut. Bekerja pada syaraf serangga dengan memblok reseptor (penerima) kholinergik asetilkholin. Merupakan insektisida yang sangat toksik, berspektrum sangat luas, digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis serangga hama, termasuk aphids, thrips dan kutu kebul; pada berbagai tanaman.
LD50 oral pada tikus antara 50-60 mg/kg, LD50 dermal (kelinci) 50 mg/kg. Mudah diabsorbsi oleh kulit, beracun bagi manusia bila berkontak dengan kulit. Merupakan racun inhalasi yang sangat toksik. Klasifikasi toksisitas WHO (bahan aktif) kelas Ib, dan EPA (formulasi) kelas I.
Apabila penggunaan pestisida jenis ini tanpa diimbangi dengan perlindungan dan perawatan kesehatan, orang yang sering berhubungan dengan pestisida, secara lambat laun akan mempengaruhi kesehatannya. Pestisida meracuni manusia tidak hanya pada saat pestisida itu digunakan, tetapi juga saat mempersiapkan, atau sesudah melakukan penyemprotan.
Kecelakaan akibat pestisida pada manusia sering terjadi, terutama dialami oleh orang yang langsung melaksanakan penyemprotan. Mereka dapat mengalami pusing-pusing ketika sedang menyemprot maupun sesudahnya, atau  muntah-muntah, mulas, mata berair, kulit terasa gatal-gatal dan menj
adi luka,  kejang-kejang,  pingsan, dan tidak sedikit kasus berakhir dengan kematian. Kejadian tersebut umumnya disebabkan kurangnya perhatian atas keselamatan kerja dan kurangnya kesadaran bahwa pestisida adalah racun.
Kadang-kadang  para petani atau pekerja perkebunan, kurang menyadari daya racun pestisida yang merupakan ekstrak dari nikotin, sehingga dalam melakukan penyimpanan dan penggunaannya tidak memperhatikan segi-segi keselamatan. Pestisida sering ditempatkan sembarangan, dan saat menyemprot sering tidak menggunakan pelindung,  misalnya tanpa kaos tangan dari plastik, tanpa baju lengan panjang, tidak mengenakan masker penutup mulut dan hidung. Juga cara penyemprotannya sering tidak memperhatikan arah angin, sehingga cairan semprot mengenai tubuhnya. Bahkan kadang-kadang wadah tempat pestisida digunakan sebagai tempat minum, atau dibuang di sembarang tempat. Kecerobohan yang lain, penggunaan dosis aplikasi sering tidak sesuai anjuran. Dosis dan konsentrasi yang dipakai kadang-kadang ditingkatkan hingga melampaui batas yang disarankan,dengan alasan dosis yang rendah tidak mampu lagi mengendalikan hama dan penyakit tanaman.
Secara tidak sengaja, pestisida dapat meracuni manusia atau hewan ternak melalui mulut, kulit, dan pernafasan. Sering tanpa disadari bahan kimia beracun tersebut masuk ke dalam tubuh seseorang tanpa menimbulkan rasa sakit yang mendadak dan mengakibatkan keracunan kronis. Seseorang yang menderita keracunan kronis, ketahuan setelah selang waktu yang lama, setelah berbulan atau bertahun. Keracunan kronis akibat pestisida saat ini paling ditakuti, karena efek racun dapat bersifat karsiogenic (pembentukan jaringan kanker pada tubuh), mutagenic (kerusakan genetik untuk generasi yang akan datang), dan teratogenic (kelahiran anak cacad dari ibu yang keracunan).
Berdasarkan sifatnya maka Komisi Pestisida telah mengidentifikasi berbagai kemungkinan yang timbul akibat penggunaan pestisida. Dampak yang mungkin timbul adalah :
Pengaruh Terhadap Lingkungan
Pestisida dapat berpengaruh terhadap lingkungan, pengaruh itu dapat berupa
1.      Keracunan terhadap ternak dan hewan piaraan.
Keracunan pada ternak maupun hewan piaraan dapat secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung pestisida yang digunakan untuk melawan serangga atau hama termakan atau terminum oleh ternak, seperti rumput yang telah terkontaminasi pestisida dimakan oleh ternak atau air yang sudah tercemar pestisida diminum oleh ternak.
1.      Keracunan terhadap biota air (ikan).
Pencucian pestisida oleh air hujan akan menyebabkan terbawanya pestisida ke aliran tanah bagian bawah atau permukaan air sungai. Hal ini akan menyebabkan terjadinya keracunan terhadap biota air.
2.      Keracunan terhadap satwa liar.
Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana dapat menimbulkan keracunan yang berakibat kematian pada satwa liar seperti burung, lebah, serangga penyubur dan satwa liar lainnya. Keracunan tersebut dapat terjadi secara langsung karena kontak dengan  pestisida maupun tidak langsung karena melalui rantai makanan (Bio Konsentrasi).
3.      Keracunan terhadap tanaman.
Beberapa insektisida dan fungisida yang langsung digunakan pada tanaman dapat mengakibatkan kerusakan pada tanaman yang diperlakukan. Hal ini disebabkan bahan formulasi tertentu, dosis yang berlebihan atau mungkin pada saat penyemprotan suhu atau cuaca terlalu panas terutama di siang hari.
4.      Kematian musuh alami organisme pengganggu.
Penggunaan pestisida terutama yang berspektrum luas dapat menyebabkan kematian parasit atau predator (pemangsa) jasad pengganggu. Kematian musuh alami tersebut dapat terjadi karena kontak langsung dengan pestisida atau secara tidak langsung karena memakan hama yang mengandung pestisida.
5.      Kenaikan populasi organisme pengganggu.
Sebagai akibat kematian musuh alami maka organisme pengganggu dapat lebih leluasa untuk berkembang.
Pengaruh Pestisida Terhadap Kesehatan Manusia
Pestisida masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara sedikit demi sedikit dan mengakibatkan keracunan kronis. Bisa pula berakibat racun akut bila jumlah pestisida yang masuk ke tubuh manusia dalam jumlah yang cukup (Wudianto R, 2011).
1.     Keracunan Kronis
Pemaparan kadar rendah dalam jangka panjang atau pemaparan dalam waktu yang singkat dengan akibat kronis. Keracunan kronis dapat ditemukan dalam bentuk kelainan syaraf dan perilaku (bersifat neuro toksik) atau mutagenitas. Selain itu ada beberapa dampak kronis keracunan pestisida, antara lain:
a.       Pada syaraf
Gangguan otak dan syaraf yang paling sering terjadi akibat terpapar pestisida selama bertahun-tahun adalah masalah pada ingatan, sulit berkonsentrasi, perubahan kepribadian, kelumpuhan, bahkan kehilangan kesadaran dan koma.
b.      Pada Hati (Liver)
Hati adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menetralkan bahan-bahan kimia beracun, maka hati itu sendiri sering kali dirusak oleh pestisida apabila terpapar selama bertahun-tahun. Hal ini dapat menyebabkan Hepatitis
c.       . Pada Perut
Muntah-muntah, sakit perut dan diare adalah gejala umum dari keracunan pestisida. Banyak orang-orang yang dalam pekerjaannya berhubungan langsung dengan pestisida selama bertahun-tahun, mengalami masalah sulit makan. Orang yang menelan pestisida ( baik sengaja atau tidak) efeknya sangat buruk pada perut dan tubuh secara umum. Pestisida merusak langsung melalui dinding-dinding perut.
d.      Pada Sistem Kekebalan
Beberapa jenis pestisida telah diketahui dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh manusia dengan cara yang lebih berbahaya. Beberapa jenis pestisida dapat
melemahkan kemampuan tubuh untuk menahan dan melawan infeksi. Ini berarti tubuh menjadi lebih mudah terkena infeksi, atau jika telah  terjadi infeksi penyakit ini menjadi lebih serius dan makin sulit untuk disembuhkan.
e.       Pada Sistem Hormon.
Hormon adalah bahan kimia yang diproduksi oleh organ-organ seperti otak, tiroid, paratiroid, ginjal, adrenalin, testis dan ovarium untuk mengontrol fungsi-fungsi tubuh yang penting. Beberapa pestisida mempengaruhi hormon reproduksi yang dapat menyebabkan penurunan produksi sperma pada pria atau pertumbuhan telur yang tidak normal pada wanita. Beberapa pestisida dapat menyebabkan pelebaran tiroid yang akhirnya dapat berlanjut menjadi kanker tiroid.
2.     Keracunan Akut.
Keracunan akut terjadi apabila efek keracunan pestisida langsung pada saat dilakukan aplikasi atau seketika setelah aplikasi pestisida.
1.Efek akut lokal.
Bila efeknya hanya mempengaruhi bagian tubuh yang terkena kontak langsung dengan pestisida biasanya bersifat iritasi mata, hidung, tenggorokan dan kulit.
2..Efek akut sistemik.
Terjadi apabila pestisida masuk kedalam tubuh manusia dan mengganggu sistem tubuh. Darah akan membawa pestisida keseluruh bagian tubuh menyebabkan bergeraknya syaraf-syaraf otot secara tidak sadar dengan gerakan halus maupun kasar dan pengeluaran air mata serta pengeluaran air ludah secara berlebihan, pernafasan menjadi lemah/cepat (tidak normal).
Cara pestisida masuk kedalam tubuh :
1. Kulit, apabila pestisida kontak dengan kulit.
2. Pernafasan, bila terhisap
3. Mulut, bila terminum/tertelan.
Karena terdapat berbagai jenis pestisida dan ada berbagai cara masuk pestisida kedalam tubuh maka keracunan pestisida dapat terjadi dengan berbagai cara. Keadaan-keadaan yang perlu segera mendapatkan perhatian pada kemungkinan keracunan pestisida adalah (Djojosumarto, 2008) Pestisida dalam bentuk gas merupakan pestisida yang paling berbahaya bagi pernafasan, sedangkan yang berbentuk cairan sangat berbahaya bagi kulit, karena dapat masuk ke dalam jaringan tubuh melalui ruang pori kulit. Menurut World Health Organization (WHO), paling tidak 20.000 orang per tahun, mati akibat keracunan pestisida.
Diperkirakan 5.000 – 10.000 orang per tahun mengalami dampak yang sangat fatal, seperti mengalami penyakit kanker, cacat tubuh, kemandulan dan penyakit liver. Tragedi Bhopal di India pada bulan Desember 1984 merupakan peringatan keras untuk produksi pestisida sintesis. Saat itu, bahan kimia metil isosianat telah bocor dari pabrik Union Carbide yang memproduksi pestisida sintesis (Sevin). Tragedi itu menewaskan lebih dari 2.000 orang dan mengakibatkan lebih dari 50.000 orang dirawat akibat keracunan. Kejadian ini merupakan musibah terburuk dalam sejarah produksi pestisida sintesis.
 Selain keracunan langsung, dampak negatif pestisida bisa mempengaruhi kesehatan orang awam yang bukan petani, atau orang yang sama sekali tidak berhubungan dengan pestisida. Kemungkinan ini bisa terjadi akibat sisa racun (residu) pestisida yang ada didalam tanaman atau bagian tanaman yang dikonsumsi manusia sebagai bahan makanan. Konsumen yang mengkonsumsi produk tersebut, tanpa sadar telah kemasukan racun pestisida melalui hidangan makanan yang dikonsumsi setiap hari. Apabila jenis pestisida mempunyai residu terlalu tinggi pada tanaman, maka akan membahayakan manusia atau ternak yang mengkonsumsi tanaman tersebut. Makin tinggi residu, makin berbahaya bagi konsumen.
Dewasa ini, residu pestisida di dalam makanan dan lingkungan semakin menakutkan manusia. Masalah residu ini, terutama terdapat pada tanaman sayur-sayuran seperti kubis, tomat, petsai, bawang, cabai, anggur dan lain-lainnya. Sebab jenis-jenis tersebut umumnya disemprot secara rutin dengan frekuensi penyemprotan yang tinggi, bisa sepuluh sampai lima belas kali dalam semusim. Hal ini disebabkan karena insektisida alami cepat terurai sehingga melakukan penyemprotan secara berulang-ulang. Bahkan beberapa hari menjelang panenpun, masih dilakukan aplikasi pestisida. Publikasi ilmiah pernah melaporkan dalam jaringan tubuh bayi yang dilahirkan seorang Ibu yang secara rutin mengkonsumsi sayuran yang disemprot pestisida, terdapat kelainan genetik yang berpotensi menyebabkan bayi tersebut cacat tubuh sekaligus cacat mental.
Usaha Pemerintah
Pada tahun 1996, pemerintah Indonesia melalui Surat Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian sebenarnya telah membuat keputusan tentang penetapan ambang batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian. Namun pada kenyatannya, belum banyak pengusaha pertanian atau petani yang perduli. Dan baru menyadari setelah ekspor produk pertanian kita ditolak oleh negara importir, akibat residu pestisida yang tinggi. Diramalkan, jika masih mengandalkan pestisida sintesis sebagai alat pengendali hama, pemberlakuan ekolabelling dan ISO, 1400 dalam era perdagangan bebas, membuat produk pertanian indonesia tidak mampu bersaing dan tersisa serta terpuruk.

.

Bab 3
PENUTUP
Kesimpulan
Pestisida memiliki banyak manfaat, salah satunya adalah  mengendalikan hama pengganggu tanaman,  tapi  jika digunakan secara berlebihan dapat menimbulkan dampak-dampak negatif baik bagi lingkungan maupun bagi kesehatan manusia bahkan berakibat fatal.
Saran
Penulis memberikan saran pada peneliti lain dan pembaca agar menggunakan pestisida sesuai aturan. Mencakup dosis pemakaian, cara penyimpanan, penyemprotan, dan cara mencuci dengan benar tanaman atau buah-buahan yang sudah terkontaminasi pestisida. Sebaiknya pemanfaatan nikotin sebagai pestisida alami kadarnya dikurangi mengingat banyak dampak negatif terhadap petani, serangga yang membantu penyerbukan, musuh alami organisme pengganggu maupun konsumen yang mengkonsumsi produk tersebut.























DAFTAR PUSTAKA

Nikada, 2012. RACUN PADA PESTISIDA. Departemen Pertanian Kabupaten Bireuen. Diakses tanggal 30 Juni 2012, dari http://fkthl-tbpp-bireuen.blogspot.com/2012/04/kita-kok-selalu-makan-racun.html.

Adnan Agnesa, 2011. PENGERTIAN DAN PENGGOLONGAN PESTISIDA. Universitas Jendral Soedirman – Fakultas Kedokteran Purwokerto. Diakses tanggal 30 Juni 2012, dari  http://kesmas-unsoed.blogspot.com/2011/05/makalah-pengertian-dan-penggolongan.html.

Panut Djojosumarto, 2011. ISEKTISIDA DAN AKARISIDA ALAMI. Gerbang Pertanian Indonesia. Diakses tanggal 30 Juni 2012, dari http://www.gerbangpertanian.com/2011/10/insektisida-dan-akarisida-alami-i-panut.html.

Fauzan Amin, dkk, 2008. EKSTRAKSI NIKOTIN DARI LIMBAH TANGKAI DAUN TEMBAKAU DAN PEMANFAATAN SEBAGAI INSEKTISIDA TANAMAN KEHUTANAN. Institut Pertanian Bogor. Diakses tanggal 1 Juni 2012, dari http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/36465.

Hadi Sucipto, 2010. PESTISIDA ORGANIK. Diunduh tanggl 30 Juni 2012, dari http://www.gerbangpertanian.com/2011/10/pestisidaorganik.html.





















             




















































































1 opmerking:

  1. banyaknya artikel yang ada disini memiliki kualitas content yang bermanfat bagi saya, tak heran bila blog pertanian ini ramai pengunjung? salam sukses

    AntwoordVee uit